Kemajuan pesat dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI) telah melampaui kecepatan penyusunan regulasi global yang seharusnya mengawasinya. Dari sistem pengenalan wajah, algoritma media sosial, hingga model bahasa canggih, AI kini memengaruhi kehidupan manusia secara luas—namun banyak negara dan institusi belum memiliki kerangka hukum yang memadai untuk mengendalikan dampaknya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius: apakah dunia telah terlambat dalam mengatur teknologi yang begitu berpengaruh? Tanpa regulasi yang tepat, AI berpotensi memperkuat ketimpangan, merusak privasi, menyebarkan disinformasi, hingga mengancam hak asasi manusia dalam skala global.

Salah satu tantangan terbesar adalah perbedaan pendekatan antarnegara. Sementara Uni Eropa telah merancang AI Act sebagai upaya perlindungan terhadap risiko teknologi tinggi, banyak negara lain masih berada pada tahap perdebatan etis dan teknis. Ketidaksamaan ini menciptakan celah global, di mana AI dapat dikembangkan atau digunakan secara bebas di wilayah yang belum memiliki regulasi ketat. Tanpa koordinasi internasional, regulasi nasional saja tidak cukup untuk mengendalikan teknologi yang melintasi batas negara dan berdampak global.

Meski kita belum sepenuhnya terlambat, waktu untuk bertindak semakin sempit. Dunia memerlukan kesepakatan internasional yang menyeluruh, melibatkan pemangku kepentingan dari sektor pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat sipil. Regulasi AI bukan sekadar soal pengendalian, tetapi tentang memastikan bahwa teknologi berkembang secara etis, transparan, dan inklusif. Jika tidak segera diatur, kita berisiko kehilangan kendali atas ciptaan kita sendiri.